My Energy Source Indonesiaku Langkahku

Bertemu dingin – Melatih diri di Gunung Papandayan

Bertemu dingin,

Walau sadar asyiknya traveling lupa dengan waktu begitu lama sudah bersamaku, bukan berarti berhenti menjelajah.

Menikmati Indahnya pertiwi adalah hal yang tak bisa ditawar dariku, terutama lautnya yang membawa energiku bertambah-tambah.

Selalu ada cerita yang tak bisa dilupakan jika bersama laut ataupun indahnya Indonesia. Hangatnya pantai dan teduhnya biru membawa diri selalu rindu dengan Laut.

Berbeda dengan gunung, bukan tak menyukai keindahan dari ketinggian dan tak mau letih dalam mendaki.

Dingin itu membawaku tak ingin kencan dengan gunung.

Tubuh ini memang kurang bersahabat, jika dingin sudah merasuk dalam diri rumit mengembalikan ke suhu normal.

Pelukan sekalipun tak mampu menawarnya.

Melatih diri – Bertemu dingin

Lagi,

Waktu berbisik,

Tanpa melatih diri tidaklah bisa menaklukan hal yang sulit.

Buatku, dingin hal paling sulit kutaklukan , bahkan mungkin disebut trauma karena pernah satu kali aku betemu dengan dinginnya danau toba.

Saat itu karena tidak mempersiapkan diri lebih detail , dingin menusuk tubuhku terasa sakit melebihi rindu yang tak terobati.

Menusuk,

Sempat berteriak-teriak menahan dingin hingga membuat kawan -kawan panik.

Airmataku tak bisa kutahan kerena dinginnya begitu menusuk.

Puji Tuhan walau dengan cukup lamanya waktu hangat tubuhku bisa kembali normal.

Dengan perjuangan dan kesabaran kawan-kawanku menenangkan aku dan melakukan berbagai cara.

Mencoba hal baru.

Tapi menantang, begitu akal mengusik.

Kencan dengan dingin, menaklukannya….hal ini yang menjadi pilihanku saat memutuskan mencoba hal baru tapi menantang.

Perkara nanti mampu atau tidak siapa yang tahu, semuanya tak akan terjawab bila belum mencoba dan memulai.

Gunung Papandayan – Awal latihan

Gunung Papandayan pilihanku untuk melatih diri dengan kencan dan menaklukan dingin.

Bertemu dingin – Gunung Papandayan Indonesia

Perjumpaan pertama kali dengan gunung papandayan belumlah disebut waktu yang tepat.

Selain belum bertemu dingin dengan mekarnya bunga eldewis , konon ciri khas tempat itu, hujan begitu bersuka berjumpa dengan kami.

Bahkan menemani kami saat meninggalkan gunung papandayan.

Bukan tentang bagaimana hujan tak membuat memaksimalkan menikmati gunung papandayan, namun dingin yang seharusnya tak muncul.

Walau buatku saat itu dingin yang kujumpai sudah cukup menyiksa.

Tapi bukan berarti aku jera

Tujuannya memang untuk melatih tentu semesta mendukung, karena itu dingin yang di rasa saat itu oleh mereka tak seberapa.

Selanjutnya,

Untuk memaksimalkan latihanku menaklukkan dingin, list tempat gunung sudah tertulis dalam agenda di tahun ini.

Ranu Kumbulo salah satunya.

Namun sebelumnya, aku ingin kembali melatih diri dulu di gunung papandayan di musim kemarau yang konon katanya jauh lebih dingin.

Rumit tapi Rindu

Begitu mungkin bisa kukatakan.

Banyak hal yang di persiapkan untuk berjumpa, latihan dengan olah raga lebih taklah cukup , dengan melengkapi peralatan melawan dinginpun menjadi pilihanku.

Benar saja , saat berjumpa pertama kali walau sempat teriak karena dingin aku masih mampu menikmati suasana disana.

Buktinya walau rumit , pulang dari sana belumlah seminggu berpisah rindu sudah mengusik.

Ada apakah dengan gunung ?

Pertanyaan itu melintas di benak, rumitnya melahirkan rindu.

Bagaimana tak melahirkan rindu , jika jalan yang kulalui begitu bersih, langitnya membiru, awannya tersenyum.

Tebing-tebingnya melukiskan keindahan yang menghilangkan letih dalam mendaki.

Gunung Papandayan memang pintar memperlihatkan pesonanya saat perjumpaan pertama ketika melatih menaklukan dingin.

Apakah untuk kedua kalinya kesana nanti dia bisa membawaku kembali lagi ?


Hanya waktu yang bisa menjawab.

Dan,

Adakah yang mau ikut denganku kembali ke gunung papandayan di musim panas , melihat eldewis bermekaran ?




Tinggalkan Jejakmu... Karena itu Sangat Berarti!

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

%d blogger menyukai ini: