Langkahku Indonesiaku

Pulau Sabang membawa pemulihan – Langkah kedua di pulau Aceh

Pulau Sabang, senyuman yang manis dengan nada yang merdu menyambutku saat pertama berjumpa dengannya.

“ Tanpamu,

Cinta tak berarti..

Cinta sudah lewat..

Tak kukira kan begini………”

Bait demi bait potongan syair lagu Kahitna “ Cinta sudah Lewat “ menjadi nada langkah di pulau Sabang.

Walau begitu, bukan pedih yang kurasa, ada banyak pemulihan yang kudapatkan.

Bersama sahabat IDC langkahku di Aceh untuk kedua kali dan untuk pertama kalinya di Pulau Sabang, kurangkai dalam  kenangan.

Kembali dalam tantangan dengan harapan.

Luka kuterima kala pertama kali bertemu dengan Aceh , sejujurnya membawaku tak ingin kembali. Terlalu dalam kisah yang tak sesuai.

Namun seperti yang sudah ku ceritakan di Aceh, senyumanmu tidak seindah wajahmu, waktu memang pintar mengubah banyak hal, termasuk hasil luka yang kudapatkan.

Ada harapan dalam relung mengintip untuk berencana.

Waktu juga yang memberi jalan dimana sebagian sahabat IDC  menginginkan melangkah bersama ke Pulau Sabang. Menjadi lengkap ketika tanggal yang dipilih tepat saat HUT RI yang ke 73.

pulau sabang

Persiapan demi persiapanpun kulakukan, mulai mencari orang yang bisa dipercaya,  yang bisa menemani kami menikmati Aceh dan pulau Sabang, Sampai hal-hal lain yang berhubungan dengan acara yang akan kami lakukan.

Buatku,

Selalu menjadi hal yang menyenangkan saat langkah tertuju pada suatu tempat yang baru, lebih lagi ketika bersamaan dengan HUT RI yang ke 73.

Ada banyak hal yang ingin dilakukan, mulai dari menikmati titik 0 Indonesia Barat hingga menikmati keindahan bawah lautnya. Serta kenikmatan kuliner yang tak boleh kami lewatkan.

Terutama nikmatnya kopi Aceh yang sudah disarankan,  untuk tidak boleh dilewatkan oleh para sahabat yang sudah terlebih dulu menikmatinya.

Maka ketika semua persiapan yang telah kulakukan, tantangan diri saat untuk melangkah kembali ke Aceh membawa harapan yang besar.

Lara berkawan Damai

Sebut saja Lara, kehadirannya saat berjumpa dengan Aceh pertama kali , dia begitu setia menemaniku. Tak kuharapkan, dia  manis menemani walau sering aku mengusirnya.

Dengan pekerjaan yang rajin bertemu akupun tak mampu mengusir Lara.

Hingga suatu masa ketika harapan untuk melangkah kembali ke pulau Aceh , Lara sedikit malas menemaniku. Hingga Empat hari menikmati ujung barat Indonesia terutama di pulau Sabang.

Lara berjumpa dengan damai, tak mengerti dia bisa berjumpa bahkan seiring waktu dia berkawan.

Entah,

Pesona apa yang hadir dalam pulau ujung barat Indonesia,

Sepanjang dua hari penuh di sana Damai itu menemani, mungkin para sahabat melihatku tak seperti itu, tapi sejujurnya relung ini ditemani Damai.

Dia mendominasi waktuku,

Walau berkawan dengan Lara, tetap Damai yang memegang kendali.

Bahkan ketika para sahabat,  membangkitkan kenangan tentang seseorang yang paling berarti dalam hidupku, itu pun tak bisa mengusir damai itu.

Dia begitu kuat.

Ada kala memang, dimana seorang sahabat mengetuk  ruang dimana tidak semua banyak yang tahu,

Lara menari senang , dia memberi senyum seakan berkata,

“ lihat , aku tetap ada dan mampu membangkitkan pedih “

walau begitu, tak habis kumengerti  damai tetap mendominasi warna langkahku.

Sejenak merenung,

Sesuatu yang pedih bisa tetap menghadirkan damai itu, mungkin takdirnya memang dia harus menemaniku saat berjumpa pulau Sabang walau disaat waktu menghadirkan pedih.

Sabang, ruang dan akar yang dirawat.

Setiap tempat akan ada cerita yang bisa dikenang, termasuk pulau Sabang, kisahnya tergores melebihi hal yang kubayangkan. Suatu kebahagian tersendiri ketika melangkah ke pulau Sabang bersama dengan sahabat IDC.

Tidak hanya itu, sahabat yang ikut bisa dikatakan sudah lama tak melangkah bersama. Karena itu langkahku ke pulau Sabang menjadi catatan penting.

Dalam menikmati pulau Sabang bersama sahabat IDC, kisah-kisah perjalanan kami sebelumnya menjadi warna kuat yang membuat kami semakin terkenang dan lebih menguatkan persahabatan kami.

Ruang,

Tidak banyak yang mengetahui bahwa ada ruang dalam diriku yang cukup sulit dibuka, dan pulau Sabang menjadi saksi bagaimana salah satu sahabat IDC berusaha membukanya.

Lirih,

Tak mau namun terbuka, begitu jika bisa kutuliskan. Hanya mampu menghadirkan tetesan air mata, tak ada kata hanya diam.

Air mata itu bukan kesedihan namun lebih kepengakuan bahwa memang seperti itu adanya. Tak bisa ingkar hanya boleh menghadirkan penerimaan.

Akar yang dirawat.

Jika boleh perumpamaan yang bisa kutuliskan, bukan maksud hati menyembunyikan sesuatu hal dalam diri,  rasanya lebih baik tercatat seperti itu supaya menjadi catatan penting, khususnya langkah di pulau Sabang.

Akar adalah awal, aku mengerti dan sangat paham itu namun dalam akar yang kuterima ada ilalang yang tak kuharapkan ( mungkin semua orang tak menginginkan itu ), hingga pertumbuhan tidak sebaik yang semestinya.

Takdir tak bisa dilawan, ada maksud dari setiap hal yang terjadi, dan aku  menunggu maksud itu.

Hingga saat bertemu dengan pulau Sabang, sedikit demi sedikit sesuatu yang kucari semakin diperjelas. Hanya memang untuk melangkah menuju jawaban itu butuh jiwa yang kuat dan keiklasan yang tinggi.

Terima kasih Pulau Sabang.

” Tanpamu,

  …. Cinta tak berarti…

ah lirik itu hadir kembali dalam benak,

bisa  jadi memang itu petanda baik untuk menjadi penutup tulisanku,

tanpa langkah di pulau Sabang, pemulihan dalam Lara tak akan hadir.

Terima kasih Pulau Sabang, terima kasih Lara, Terima kasih Damai.

Kisahmu menjadi salah satu langkahku yang berarti.

Maka jika kurangkai dalam satu ungkapan maka kukatakan,

” Jika senyum itu memberi kebahagiaan, maka traveling memberi banyak makna “

 

 

 

8 Comments

  1. Deasy 28 Agustus 2018
    • Nik 28 Agustus 2018
  2. indahfornia 28 Agustus 2018
    • Nik 28 Agustus 2018
  3. arumsilviani 28 Agustus 2018
    • Nik 29 Agustus 2018
  4. Novi 28 Agustus 2018
    • Nik 29 Agustus 2018

Tinggalkan Jejakmu... Karena itu Sangat Berarti!

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

%d blogger menyukai ini: