Selain mempelajari sejarah Indonesia apa yang diceritakan Adel, sahabatku lewat blognya, ada beberapa pelajaran penting lain yang kudapat dengan membaca Roman Tetralogi Buru Pramoedya Ananta Toer (untuk selanjutnya aku menyebutnya Om Pram). Menyesal karena baru mengetahui tentang seri buku ini dan bisa membacanya.
.
Mulai dari Bumi Manusia (seri pertama) yang sudah kuceritakan di blog Dani, sahabatku yang telah memberi kesempatan aku bisa menulis di blognya. Selanjutnya akan berbagi tentang Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca, yang masing-masing mempunyai pelajaran tersendiri.
Perjalanan Roman Tetralogi Buru berlanjut.
Melihat dan mendengar (Anak Semua Bangsa)
Roman Tetralogi Buru Om Pram seri kedua yang berjudul Anak Semua Bangsa sejujurnya buku yang paling sulit aku selesaikan. Karena di buku ini Om Pram menceritakan bangsa-bangsa lain dengan kemajuan atau kemundurannya.
Namun serumit-rumit cerita yg di tulis om Pram, masih tertarik untuk membaca karena beliau pintar membawa pembacanya untuk ingin tahu.
Buku kedua ini diawali surat menyurat Minke dengan sahabat sekaligus utusan mama untuk menjaga anaknya Annelies, istri Minke yang oleh keadaaan di paksa ke Belanda. Isi surat yang menceritakan keadaaan dia yang lemah dan akhirnya meninggal.
Kehidupan Minke berlanjut dengan menulis dan mencari tahu perkembangan dunia melalui Koran. Langkah selanjutnya yang dihadapi Minke adalah bagaimana dia dihadapkan satu situasi untuk membangun negerinya melalui apa yang dia tekuni yaitu menulis.
Melihat
Kawannya terbunuh ketika memperjuangkan bangsanya, Khouw Ah Soe, seorang aktifis pergerakan Tionghoa, Minke melihat bagaimana pemuda tersebut begitu gigih memperjuangkan nilai-nilai bangsanya. Perkataan yang paling diingetnya adalah ketika Khouw Ah Soe berkata
“Telah bersumpah kami menjadi pekerja yang bagi gerakan muda, sebab semua percuma kalau toh harus diperintah oleh angkatan tua yang bodoh dan korup tapi berkuasa, dan harus ikut jadi bodoh dan korup demi mempertahankan kekuasaan”
Berulang kali aku membaca kalimat itu, rasanya tulisan itu buatku juga, bukan berarti mengatakan angkatan tua di negeriku bodoh tapi lebih merasa sebagai angkatan muda apa yang telah kuberikan untuk kemajuan negeri.
Kembali ke Minke, selain melihat perjuangan Khouw Ah Soe, Minke juga mendapatkan informasi tentang perkembangan bangsa-bangsa melalui surat sahabatnya, keluarga De La Croix. Hal itu semua Minke diajak berpikir kembali untuk memperjuangkan hak-hak negerinya. Pertama ketika Minke diarahkan untuk menulis berbahasa Melayu, yang selama ini semua tulisannya berbahasa Belanda.
NYAI ONTOSOROH – PENUTUP ANAK SEMUA BANGSA
Roman Tetralogi Buru Om Pram seri kedua ini ditutup oleh perjuangan Guru Agung sekaligus mertuanya, Nyai Ontosoroh (mama) memberi perlawanan kepada anak tirinya selaku pewaris tunggal yang tersisa untuk mengambil harta yang sudah dilipat-gandakan.
Aku sendiri lebih terkesan pada kisah penutupnya, karena dikisah ini aku belajar walaupun pada akhirnya tahu akan kalah, sebagai manusia mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi harus di ceritakan.
Di mata hukum mama memang tidak ada hak sama sekali tapi di mata kehidupan mama punya hak untuk menceritakan atau mengingatkan bahwa pewaris tunggal secara hukum itu telah merampas hak-hak mama dengan cara yang keji.
Aku suka sekali dengan Om Pram di ujung cerita ini, beliau begitu pintar melalui tokoh mama mengatur segala sesuatu bagaimana kita sebagaimana manusia selalu punya sisi baik.
Sisi baik inilah yang disentuh oleh mama ketika berhadapan dengan orang yang paling dia benci. Mama membuat pewaris tunggal itu mengingat seumur hidupnya bahwa apa yang dia ambil telah mengorbankan banyak pihak terutama adik tirinya Annelies.
Pada akhirnya kisah buku kedua ini, Minke sadar sebagai anak bangsa dia harus melakukan apa yang telah di pelajari dari para sahabatnya.
Ketika Pengetahuan diwujudkan dengan membentuk organisasi dipadukan Jurnalistik – Jejak Langkah
Roman Tetralogi Buru Seri ketiga Jejak Langkah Om Pram dilanjutkan dengan Minke pergi ke betawi untuk melanjutkan sekolah dokter. Namun pendidikan yang ditempuh di dunia kedokteran tidak berjalan baik, seiring waktu Minke dihadapkan dengan panggilan melakukan sesuatu untuk negeri.
Dalam masa sekolah dokter, seringkali Minke lebih mengutamakan menulis dari pada pendidikannya di dunia kedokteran. Ketika Minke dipertemukan dengan tunangan sahabatnya Khouw Ah Soe, Minke semakin dituntut oleh hati nuraninya berkarya untuk negeri.
Ang San Mei nama tunangan sahabatnya, yang sering disebut Mei oleh Minke, seorang wanita yang sama dengan tunangannya tetap dengan gigih memperjuangkan hak-hak negerinya. Pada akhirnya Minke tergoda dengan kecantikan serta kecerdasan Mei, Minke menikahi gadis itu.
Walau dengan kondisi tubuh kurang sehat Mei tetap berjuang untuk hak-hak negerinya, tekun mengumpulkan orang-orang sebangsanya. Dan hal itu mempengaruhi Minke membentuk organisasi yang memperjuangkan hak-hak pribumi.
“Ilmu pengetahuan, betapa pun tingginya, dia tidak berpribadi. Sehebat-hebatnya mesin, dibikin oleh sehebat manusia. Dia pun tidak berpribadi. Tetapi sesederhana-sederhana cerita yang ditulis, dia mewakili pribadi individu atau malahan bisa juga bangsanya “
Salah satu ucapan yang didengar Minke mendorongnya untuk melahirkan media cetak yang bernama Medan Prijaji. Media cetak pribumi pertama hadir di Negeri Hindia. Peran Nyai kembali hadir di sini, dimana dia mendapatkan modal untuk mendirikan media tersebut.
WUJUD CINTAKU
Aku belajar dalam jejak langkah Minke bagian ketiga Roman Tetralogi Buru, rasanya walaupun baru membaca buku ini mengajak sahabatku untuk mendirikan IDC Community adalah hal yang tepat. Dimana aku rindu anak-anak muda Indonesia menularkan kecintaan negeri dengan menuliskan cerita-cerita perjalanan tentang keindahan Indonesia melalui media inindonesiaku.com.
Seperti apa yang tertulis “sesederhana-sederhana cerita yang ditulis, dia mewakili pribadi individu atau malahan bisa juga bangsanya” harapanku cerita-cerita dalam tulisan di Inindonesiaku.com dapat memberi peran untuk memberitakan bagaimana Indonesia dilimpahi keindahan yang luar biasa.
Angin yang kencang akan semakin dirasakan ketika pohon semakin tinggi.
Tidak ada satupun hal di dunia ini yang tidak diuji. Rasanya uangkapan itu terbersit ketika aku lanjutkan membaca jejak langkah roman tetralogi buru. Medan Prijaji beserta organisasinya semakin besar, membuat pemerintahan Belanda semakin was-was.
Ada banyak cara membendung perkembangan organisasi pribumi tersebut, namun kehendak alam berkata lain, Medan Prijaji semakin besar dan terus-terus berkembang.
“Hanya ranting-ranting tua bisa patah. Batang Muda tetap meliuk kena terjang Badai“
Nasehat Mama, Guru Besarnya membuat Minke terus bertahan dan berjuang dengan Medan Prijajinya.
Roman Tetralogi Buru Jejak Langkah dengan nasehat itupun tertuju padaku dan harapan, pemuda-pemuda negeri ini dapat memperjuangkan kemajuan tanah air, dengan cara masing-masing sesuai kemampuannya.
Ada satu perkataaan Minke yang aku suka di Jejak langkah Roman Tetralogi Buru,
“Keadaaan sangat keras terhadapku, selama itu akupun keras terhadap keadaan“
Ungkapan itu mengingatkan akan diriku sendiri, aku tumbuh menjadi pribadi keras, karena keadaan yang membuatnya. Ada hal-hal dalam pribadiku kadang tidak bisa toleransi dengan satu hal sedangkan orang umumnya dapat melakukannya.
Minke dengan ketegasan prinsipnya mampu membuat Medan beserta organisasinya berkembang begitu pesat. Pihak-hak yang tidak sejalan dengannya pun tidak berhenti untuk membendungnya. Hingga disuatu saat ketika Minke memutuskan mendelegasikan kepemimpinannya, saat itulah celah yang dipakai pihak yang tidak sejalan dengannya untuk membuat Medan dibekukan.
Penutup Roman tetralogi buru ketiga dalam Jejak langkah ini begitu tragis bagiku, disaat semuanya di bangun dengan ketekunan dan membuahkan hasil yang baik akhirnya runtuh hanya dengan penerusnya tidak mengikuti aturan.
Disinilah aku aku belajar bahwa segala sesuatu ada masanya.
KESIMPULAN Berkelana Roman Tetralogi Buru
Ada 5 hal yang aku dapatkan saat membaca Anak Semua Bangsa dan Jejak Langkah dalam roman Tetralogi Buru Om Pram,
1. Melihat apa yang baik untuk jadi pelajaran, seperti Minke melihat kegigihan Khouw Ah Soe dengan tunangannya Mei.
2. Dengarkanlah hal yang baik apa yang dikatakan sekelilingmu,
seperti Minke selalu menyimpan dan mengingat apa yang di katakan orang terdekatnya.
3. Menulislah,
karena dengan itu engkau semakin mengerti apa dipelajari.
4. Jangan ragu mewujudkan apa yang telah dipelajari dengan satu karya,
seperti Minke mewujudkan Medan beserta organisasinya.
5. Temukan Guru yang tepat,
seperti Minke menjadikan Nyai Ontosoroh sebagai guru yang selalu siap sedia ada dalam keadaaan apapun.
Selanjutnya perjalananku ke dunia Roman Tetralogi Buru yang ke-empat kuceritakan di halaman berbeda. Rumah kaca seri terakhir Roman Tetralogi Buru adalah cerita penutup yang menyempurnakan kekagumanku kepada Om Pram.
Om Pram memang hebat yach. Aku masih terkagum-kagum dengan tulisan beliau, yang ada kita jadi terpacu untuk mengenal sejarah dan budaya bangsa lewat buku roman. Keren Nik, mengambil pelajaran dari sebuah buku dengan pengalaman pribadi. Berharap banyak hal yang kita dapat dari buku ini yach.
Amiiiin , jd haus baca hahahahaha apalagi tulisannya Om Pram . Thanks Lin udh ninggalin Jejak ???
Aku dulu mulai nulis saat membaca buku John Steinbeck, Grape of Wrath, Tulisannya sangat berkesan! Sampai berpikir, “Ada gak ya, penulis hebat selain John Steinbeck?” Jawabannya, gak ada!
Itu dulu sebelum mengenal tulisan Pram, Gadis Pantai, bukunya kak Meli haha! Tulisannya Pram hebat sekali! Akhirnya jadi ketagihan sampai Jejak Langkah. Rumah Kaca? Hmm…ntr dulu ahh haha! aku lagi asik sama bukunya Neil Gaiman.
Reviewnya keren nih kak Nik! 🙂 Ditunggu tulisan berikutnya hehe
Wuaaaa blm nyoba John Steinbeck ,#cariah . Makasi yaaa Muel
Masih mandeg di buku ke 4. Padahal udah setaun bacanya hahaha
Hahahaha ayo habiskan Nay ???
Quote Pram yang aku ingat dan nancep banget itu “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang didalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian”
Iya Den, yg paling di kenal oleh banyak org Quate om Pram ya itu .
wahh buku kesukaan gw nih mbak. Qoute paling gw suka dari Om Pram adalah kata-kata nya Jean Marais ke Minke, “Kaum Terpelajar sudah harus adil sejak dalam pikiran apalagi dalam perbuatan.”
Ahaaa bener banget … Thanks yaa udah meninggalkan jejak .
Mbak, aku pertama kali kenalan dgn Pram delapan tahun lampau. Ketika itu aku tengah mengikuti ospek kampus. Pada salah satu sesi, pemateri menyebutkan satu kalimat sakti mandraguna dari Pram, yang bunyinya “Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” Sejak itu, aku mulai jatuh cinta pada yang namanya kegiatan membaca dan menulis. Tentang Pram, novel baginya bukan sekadar karya sastra, tetapi juga bentuk perlawanan terhadap keadaan yang begitu kejam terhadap dirinya.
Keren ya..
Baca tulisan ini jadi keingetan belum sempet ngelarin baca bukunya Om Pram. Ya Gustiii.. tulisannya bagus banget dan menggugah jiwa.
Aku setuju sih sama quotes beliau bahwa menulis itu penting. Karena ya memang.. segala sesuatu yang diucapkan akan menguap. Tapi yang ditulis, kelak akan mengabadi.
Yuk kelarin Jar, Om Pram satu panutanku untuk penulisan.
Banyak terselip pesan tajam tapi terlihat halus.
Dulu saat tetralogi Buru banyak dijual di toko buku, aku gak begitu tertarik baca. Harganya walau emang lumayan mahal tapi masih masuk akal dulu. Sekarang, selain mahal, nyarinya juga susaaaaah. Aku baru baca Bumi Manusia dan sukaaa banget. Pas pula dulu baca saat filmnya tayang. Begitu selesai baca jam 10 pagi, sejam kemudian aku udah duduk di bioskop nonton filmnya.
Saking ngetopnya, yang jual bajakan banyak banget 🙁 karena aku nulis buku juga, jadi semakin anti dan big no beli buku bajakan. Harapannya ya, tetralogi ini segera dicetak ulang walau katanya sih agak susah dapetin izin dari pihak keluarganya. Cmiiw.
Seingetku pun ya Tetralogi awal-awal terkenal bukan dalam negeri, setelah baca seluruhnya memang masuk logikaku karena tulisannya ada hal-hal yg kurang menyenangkan di era lama.
Om Pram emang junjungan bangett ya.
apalagi novelnya Bumi Manusia hype di mana-mana dan sampai difilmkan.
Anak muda kudu baca karya om Pram, sih
Semua bukunya memang bagus menurutku, Panutan banget seh memang.
Kenal Om Pram dlu lewat buku judulnya Pram dari Dalam. Kalau nggak salah itu yang nulis adiknya sendiri.
Aku sendiri belum pernah baca buku-bukunya Pak Pram. Tadi sempat lihat di Shopee ada tapi sepertinya Bajakan 😭 karena harganya murce sangat.. suka banget sama Quote Pak Pram yang bunyinya
“Dalam hidup kita, cuma 1 yang kita punya yaitu keberanian. Kalau tidak punya itu, lantas apa harga hidup kita ini?’
Keren sihh beliau. Dikenal karena Sastra2nya 😍
Iya, penulisannya syarat dengan sastra dan aku suka karena itu.
Aku belum pernah membaca satupun bukunya *hiks, jadi malu nih* . Pdhal quotes yang mendalam dari buku2nya sering terlihat. Salah satunya ya yang beliau bilang bahwa menulis itu penting. Mungkin tulisan saya tidak akan menjadi karya abadi seperti buku2 beliau, tapi saya merasa menulis sudah jadi bagian dari hidup. Dan memang kalau tidak menulis itu macam ada yang kurang.
Paling tidak pesan beliau sudah dilakukan mba he he he, mungkin nanti sempatkan saja baca seperti Kartini dan ada beberapa yg ringan seh kayak gadis pantai.
Tetralogi pulau buru ini favoritku, dulu baca di perpustakaan kampus. Eyang Pram kalo julis benar2 deh baguuus sampai ngebut bacanya soale penasaran dengan endingnya. Dari buku 1-4 benar2 campuraduk perasaan, dan paling kagum dengan tokoh nyai Ontosoroh.
Kalo film Bumi Manusia, Kak Nik udah nonton?
Nonton tapi langsung gimana gitu karena jauh dari bayangan, biasa seh itu yaa karena tidak mudah wujudkan sebuah imajinasi buku ke film.
Toss mba kita sama kagum sama Ontosoroh.
Sejujurnya saya belum pernah baca bukunya Om Pram, hehehe. Jangan ditiru nih. Tapi tulisan Om Pram banyak mengandung pesan moral ya kak. Salah satunya yg saya baca dari artikel kakak adalah di kalimat ini “Angin yang kencang akan semakin dirasakan ketika pohon semakin tinggi”. Menurut saya ini relate banget dengan kehidupan kita di dunia.
Iya Mba, suka banget dengan tulisan Om Pram itu karena beliau mengemas kehidupan sejati dalam tulisan tapi dibalut alus dengan sastra.
Duuuuh ini dpt bukunya di mana ya mbak? Susah bangetttt dapat yg ORI.
Pdhl pengen baca. Dulu yaa pas zaman sekolah kan banyak disuruh baca buku2 dari penulis lama. Sayangnya buku Om Pram ini ga ada di perpus sekolah. Bisa JD karena banyak yg dibredel kan. Aku baru tahu karya beliau pas filmnya bumi manusia main. Makanya JD penasaran Ama isi buku Om Pram.
Harus cari lagi deh, penasaran banget . Pengennya bisa dpt semua seri
Memang tidak mudah cari bukunya Fan, aku udah punya lengkap tapi sekarang tinggal jejak langkah karena kasi orang baca tapi ga dibalikin wkwkkwk
Mau berburu lagi juga karena itu satu paket buku wajib punya.
Bukan hanya di buku yang notabene diceritakan oleh manusia. Di dunia nyata, yang jalan hidup manusia sudah ada ketetapan nasib baik dan buruk saja kadang begitu.
Apa yang dibangun dengan kegigihan dan ketekunan bisa hancur karena sesuatu yang tidak mau berjalan sesuai koridornya.
Setuju mba.
Salah satu pemacu aku untuk menekuni dunia kepenulisan terinspirasi dari kutipan beliau bapak Pram yang sangat inspiratif.
Nah, kebetulan aku sudah baca buku Bumi Manusia semakin lah takjub dengan cara penyampaiannya. Buku yang kaya dan berdaging ku bilang.
Bersyukur sekali bisa mampir ke tulisan dan kisah mba Nik nih. Sangat semakin membuka wawasan. Sosok Minke ini pemuda yang keren. Semoga saja keberadaan bumi karya pak Pram semakin menginspirasi banyak pemuda-pemudi Indonesia dan jejak langkah mba Nik patut diacungi jempol. Semangat menjelajah Indonesia dan mari terus bercerita 🥰.
Amiin ya Tuhan dirimu bisa jelajah Bumi pertiwi,aku masih PR baca Arus Balik yang sudah dibeli tapi tebal banget wkwkwkw
Review nya keren kak.
Review bukunya keren kak. Saya belum pernah baca buku tetralogi karya Bapak Pram ini, tetapi saya sudah nonton filmnya Bumi Manusia… mungkin lebih puaa baca bukunya ya, karena lebih detail dan lebih rinci.
Karya2 Bapak Pramoedya memang selalu berkualitas.
Ditunggu review lainnya ya kak.
Aaah Senang dirimu suka ulasanku, Terima kasih ya. Semoga punya kesempatan baca ya karena itu bakal jadi energi baik.
Pramoedya Ananta Toer ini memang luar biasa
Karyanya selalu keren
Dia selalu mengangkat kisah sosial budaya yang ada disekitarnya
Dijadikan sebuah novel apik yang menarik untuk dibaca
Iya mba, Beliau memang luar biasa.
Om Pram memang juara dalam merangkai kata dan juga memadupadankan cerita sehingga para pembaca tertarik dan tetap terpukau dalam jalinan kisah yang beliau tuliskan
Benar sekali.
quotenya bagus.. aku jadi pengen baca secara lengkapnya penasaran gimana kelengkapan jalan cerita dari kegigihan ini.
Semoga sempat membacanya ya.
Tetralogi ini memang luar biasa ya, aku lagi baca ulang dari awal dan tetap terpesona dengan riset beliau…semoga bisa punya bukunya menunggu cetak ulang dari penerbit
Amiin, semoga ya mba.
Dari kisah-kisah yang diceritakan di buku Pramoedya Ananta Toer, semuanya gak ada yang mudah yaa..
Jadi kepikiran kalau anak sekarang mikirin dirinya sendiri aja, masih keteteran ((terbukti dengan isu mental health)). Tapi ya, begitulah zaman.. lengkap dengan semua tantangan dan jawabannya.
Seperti quotenya di Buku “Anak Semua Bangsa”.
“Kehidupan ini seimbang, Tuan. Barangsiapa hanya memandang pada keceriaannya saja, dia orang gila. Barangsiapa memandang pada penderitaannya saja, dia sakit.”
Aaahh kereen yaaa, beliau memang panutan. Bersyukur seh aku masih menemukan anak-anak muda yang mencintai karya-karyanya.
Semoga makin banyak.
Selalu takjub dengan tulisan Pak Pram ini. Rangkaian kata-katanya memukau, ide-idenya gak pernah terpikirkan. Jadi kangen baca-baca tulisan beliau lagi. Diingetin tulisan Mbak Nik ini, jadi kepengen nyari buku-buku beliau. Cus ah nyari…
Ayooo mbaa Nia nyari bukunya, baca lagi bakal seru karena banyak makna dalam bukunya.