Menangkan Hari dengan Tajamkan Logika, ketika kehidupan mulai mengatur perubahan. Dunia terasa rapuh, dan waktu memperlihatkan bagaimana insan begitu mudah tersulut emosi serta semakin sensitif terhadap tekanan hidup.
Sore itu, ditengah riuhnya kemacetan karena hujan, aku menunggu sebuah paket. Rasa tidak nyaman muncul ketika waktu pengiriman tidak sesuai, dan lebih pedih lagi, paket itu justru membuat segalanya berantakan. Sifat perfeksionisku menyala-nyala, hingga rasanya ingin berteriak.
Amarahku nyaris tak terkendali. Dalam keadaan kacau itu, akhirnya aku menyampaikan kekecewaanku kepada pengirim dengan kalimat: “Kenapa digabung? Kan tahu ini untuk dua orang. Sekarang aku kerepotan mengaturnya, apalagi minyak blepotan di mana-mana.”
Hari itu, aku merasa hariku kalah. Tidak mampu menahan diri dalam menyampaikan kecewaku. Padahal, seharusnya hal itu tidak perlu terjadi jika melihat dengan lebih teliti. Bagi diriku, itu perkara sederhana—tapi tidak bagi pihak pengirim
Di akhir cerita, ternyata orang itu juga dalam kondisi lelah dan merasa sudah berusaha sebaik mungkin memenuhi kebutuhanku. Peristiwa ini menyadarkanku: saat ini, setiap pribadi begitu sensitif. Semua merasa telah memberikan yang terbaik, tapi tidak melihat bahwa kita sama-sama berkorban.
Lalu aku bertanya pada diri sendiri, mengapa hal kecil bisa terasa begitu besar? Mengapa peristiwa sederhana mampu mengguncang perasaan sedemikian rupa? Saat itu aku memahami, bahwa setiap hari adalah pertarungan, dan musuh terbesar adalah diri sendiri.
Medan Perang Sesungguhnya Hanya Hari ini

Foto mawar ini dikirim oleh seorang kawanku, dan aku menatapnya dengan hati teduh. Keindahannya menyejukkan jiwa yang terus berupaya memahami waktu, melihatnya lebih dalam, meresapi setiap perubahan yang perlahan membentuk perjalanan.
Peristiwa paket yang tidak sesuai itu sungguh membuat logika dan nurani terus bertarung. Mengapa hal itu sampai terjadi, kenapa rasaku tergores dan logikaku tidak mau menerima, perkara yang menurutku sederhana kenapa jadi rumit.
Aku terbiasa menilik setiap peristiwa, karena percaya bahwa segala yang terjadi adalah materi pembelajaran. Terlebih, hal-hal yang menimbulkan ketidaknyamanan, justru di sanalah sering lahir pemahaman yang lebih dalam.
Kenapa Setiap hari bertarung?
Pernahkah terpikir bahwa tugas kita sebenarnya hanya memenangkan hari ini?
Mulai dari berjuang untuk bangun dengan segar, merapikan tempat tidur, membersihkan tempat tinggal dan kemudian melakukan tugas yang mendatangkan rejeki atau yang disebut bekerja, atau tidak bekerja kantoran atau tugas yang mendatangkan uang, bukan berarti tidak bertanggung jawab melakukan sesuatu yang bernilai bagi kehidupan dan rezeki.
Pertarungan paling rumit terjadi saat kita berhadapan dengan orang yang memicu ketidaknyamanan. Bagaimana menghadapi dan respon itu sebuah seni perang hidup yang penting untuk diasah. Karena itu, upaya untuk menangkan hari dengan tajamkan logika perlu selalu diingat.
Saat dihadapkan pada situasi sulit, kemenangan terbesar bukan selalu menyelesaikan masalah, tapi bagaimana kita meresponnya dengan bijak.
Bertanggung jawab dengan hal kecil akan membawamu pada hal besar.
Baca juga Tiga kebiasaan Baik Akhir Tahun – Tentang Akar
Dan di titik itu, aku memahami, setiap hari bukan sekadar waktu yang berlalu, melainkan medan pertarungan untuk menjadikan segalanya lebih baik. Dari sanalah muncul pemikiran, menangkan hari dengan tajamkan logika dan hati yang teguh.
Sederhana yang Berubah Menjadi Rumit
Bersama mawar putih itu, aku merenungi sebuah paradoks—mengapa hati manusia sering kali terasa rumit, padahal sejatinya bisa disederhanakan?
Ternyata, hari itu banyak hal terjadi yang menciptakan tekanan terselubung. Dunia sedang rapuh, mengatur perubahan yang berdampak pada hampir setiap insan. Sensitivitas meningkat, dan peristiwa sederhana pun bisa terasa menyakitkan jika bertabrakan dengan keadaan emosional yang kurang stabil.
Kemudian disinilah aku letak pentingnya menangkan hari dengan pertajam logika.
Saat terbentur oleh keadaan, alihkan fokus dari rasa menuju logika. Pahami bahwa setiap pihak tengah berjuang untuk mengupayakan kenyamanan diri, sehingga alih-alih langsung menumpahkan rasa kecewa, lebih bijak untuk menilik kembali keadaan sebelum bereaksi.
Rapuh yang bertemu dengan rapuh hanya akan membentuk jurang
Hingga tersadar hari itu aku merasa kalah. Pertarungan menghadapi diri atas tekanan hidup tiak mampu aku kendalikan. Bukankah musuh terbesar hidup adalah diri sendiri?
Baca juga Kendalikan Emosi – Mengerikan itu Bara – Review Film Captain America: Brave New World – 2025
Menangkan Hari dengan Tajamkan Logika
Peristiwa paket sebuah materi buatku, bagaimana pentingnya mengendalikan emosi dan itu menyadarkanku bahwa setiap pertarungan dalam hidup bukan sekadar soal ketajaman logika, tetapi juga keberanian untuk melihat hidup sebagai perjalanan yang bermakna sebuah cara untuk benar-benar berkehidupan
Sehingga aku berupaya untuk terus menangkan hari dengan tajamkan logika dengan cara terbaik menajamkan logika adalah banyak bertanya. Seperti hal berikut,
- Apa konsekuensinya jika aku segera bereaksi?
- Mengapa hal itu sampai terjadi?
- Bagaimana kalau hanya asumsi atau itu sebuah kebenaran?
Serta pertanyaan lainnya yang mengacu pada sebuah tujuan besar atas dampak dari peristiwa jika terjadi.
Kemudian tumbuhkan kesadaran bahwa keadaan saat ini memang sedang rapuh dan selalu berjuang menangkan hari dengan tajamkan logika.

Cara Menghadapi Dunia yang Rapuh
Tidak semua yang terlihat itu kejadian sebenarnya.
Kalimat itu perlu sekali untuk diingat dan lebih disadari, walau kadang memang tekanan hidup lebih besar menjadikan diri melupakan hal itu.
Lalu, mengapa perlu menangkan hari dengan tajamkan logika dalam dunia yang sedang rapuh?
Berulang kali aku mengajak orang-orang di sekitarku: Jika terluka, kuatkan diri dengan menyembuhkan, bukan dengan melukai orang lain.
Sering kali, dalam kondisi rapuh, diri cenderung ingin mengajak atau menumpahkan ketidaknyamanan kepada orang lain. Berdalih ingin memberi pelajaran atau sekadar mengingatkan, tetapi tanpa sadar, itu juga memuaskan ego.
Menyampaikan ketidaknyamanan memang perlu, namun sebaiknya dilakukan dalam kondisi tenang, tanpa ada rasa pedih yang membuncah.
Memang tidak mudah, tetapi inilah tugas yang diberikan waktu. Sebab itu, perlu selalu mengingat untuk menangkan hari dengan pertajam logika. Karena pikiran adalah penggerak tubuh kita.
Bagaimana berpikir akan menentukan hidup
Maka saat hidup menguji kesabaran, biarkan logika membimbing dan hati tetap teguh. Sebab hari ini bukan sekadar waktu yang berlalu, melainkan medan yang menantang kita untuk menang dengan kejernihan berpikir dan keberanian menerima.
Menangkan hari dengan tajamkan logika dan hati yang teguh. Karena hidup bukan sekadar bernafas, tapi berkehidupan dan setiap momen membawa makna yang perlu kita sadar.
Pernahkah kamu merasa dunia begitu rapuh hingga keputusan kecil pun terasa berat? Bagaimana caramu tetap berdiri kokoh? Bagikan yuk di kolom komentar.


19 Responses
Baca tulisan ini aku jadi merenung banyak. Sekarang aku pas banget lagi baca buku Seorang Wanita yang Ingin Menjadi Pohon Semangka di Kehidupan (eh jadi aku rekomendasi buku terus ya haha), yang bicara soal mengatur amarah. Kata penulisnya -kurang lebih ya, “jika ada satu masalah yang sekiranya tidak berdampak panjang di 5 tahun kehidupan yang akan datang katakanlah, maka pendam masalah itu cukup 5 menit saja. Jangan sampai masalah itu merusak keseluruhan harimu.”
Idealnya begitu tapiiii namanya manusia biasa ya haha, aku sendiri juga butuh jam terbang untuk mempraktikkan “jurus” itu sih. Kayak kejadian paket mbak Nik itu, kl di posisi yang sama aku juga bisa pundung, gak hanya 5 menit mungkin bisa lebih lama haha. Tapi insight dari buku itu bagus, ya ibaratnya kita punya kuasa pada hati dan pikiran kita. Walau, lagi-lagi, butuh proses untuk membiasakannya.
Thanks for sharing di tulisan apik ini mbak.
Setuju bangeettt mb Nik.
Kadang ((kita)) kerap mendramatisir hal² yg (tampak) sepele yha.
jadi makin ribet, ruwet, complicated.
padahal sebenarnya ya masalah/hal yg ringan/simpel aja.
thanks buat insight-nya ya
Seriously, kata-kata ini “Jika terluka, kuatkan diri dengan menyembuhkan, bukan dengan melukai orang lain.” ngingeti sama ibuku mbakkkk. Ingat beliau bilang, “kalau kamu dihadiahkan pisau, jangan dipakai menusuk orang, tapi menangkis pisau lain.” #mewek
Dan tahu apa yang paling sulit dari kata-kata itu adalah MENGOBATI. Sampai sekarang aku bener-bener standing applause dengan mereka yang sakit tapi bisa tulus mengobati yang lain. mereka TIDAK BANYAK. 🙂
Ini adalah salah satu yang senantiasa kulatih bertahun-tahun terakhir mbak. Dalam setiap masalah, aku selalu mencoba untuk memahami.. seberapa dalamkah masalah ini? Apakah worth it jika aku marah-marah? Kira-kira ada nggak ya solusinya.
Sehingga ketika ada sesuatu yang tak sesuai rencana, aku nggak serta merta marah begitu saja. Aku sudah punya patokan toleransiku segimana, dan lewat batas toleransi itu.. kira-kira bagaimana reaksiku menghadapinya. Dan terpenting : harus ada solusinya. Kalo ga ada solusinya, berarti ya gausah dipikirkan.
Setujuu sama mas Haryadi : “jika ada satu masalah yang sekiranya tidak berdampak panjang di 5 tahun kehidupan yang akan datang katakanlah, maka pendam masalah itu cukup 5 menit saja. Jangan sampai masalah itu merusak keseluruhan harimu.”
Ini paket apa ya kok ada minyaknya? Makanan kah?
Mengenai pertarungan aku setuju sih Kak. IMHO, bertarung dengan ego dan kemalasan agar tidak jadi orang yg gagal.
Aaahhh bener banget, aku pun sering bertarung dengan keadaan seperti ini. Aku jadi melihat ke diriku sendiri. Seharusnya kita lebih berpikir dan tajamkan logika, harus kah bereaksi seperti itu? Kadang aku sendiri juga lebih mengutamakan perasaan dibanding logika.
Apalagi kalau udah dalam keadaan kelah, bahaya banget lebih cepat bereaksi dan sangat sensitif. Makanya aku seringkali diam jika sudah lelah. Soalnya khawatir akan merespon dengan tindakan yang tidak diinginkan.
Dalam keadaan di atas, wajar sih kalau ada perasaan kecewa. Paket yang dinanti ada masalah. Padahal sudah dipesan paketnya dipisah karena untuk 2 orang. mana kena minyak pula. Jangan terlla menyalahkan diri sendiri dan merasa kalah. namanya juga manusia. Dan terkadang, saat diri lelah, maka hal kecil saja bisa terasa besar dan berat diatasi ya, Mbak Nik.
Kekecewaan boleh saja, pertanda kita juga memiliki hati dan tentunya punya ekspektasi. Hanya saja, perlu juga memahami bahwa namanya ekspektasi gak selamanya indah dan harus sesuai harapan. Bisa ditelaah lebih dalam dengan sabar, mengapa itu bisa terjadi. Hal ini juga yang sedang daku terapkan pelan²
Huweeeehh kek aku banget, terutama kalau hari itu marah ke anak aku merasa kalaaah telaaaakkk. Pas udah nyadar padahal bisa lho negur tanpa esmosi berlebihan T.T
Yaaa manusia tempat khilaaaff T.T
padahal emang bener sih, tantangan yang kita hadapi tu ya masa sekarang, hari ini, karena masa lalu udah kelewat dan masa mendatang belum pasti. Kalau kita melalui hari dengan baik berarti kita menang.
Kyknya aku pun mesti punya kemampuan mengendalikan logika deeh, tapi ya itu konon katanya cewek suka pakai perasaan =))
Sepertinya lebih ke pengendalian emosi juga gk sih?
Kadang kalau sedang emosi karena kekesalan yang menumpuk maka logika jadi gak jalan. Memang perlu banyaaaak latihan agar jangan terlalu mengikuti emosi. Karena emosi yang berlebihan juga pada akhirnya akan berakibat buruk bagi kesehatan diri sendiri. Harus diakui, saya juga sering kalah sama diri sendiri dan berakibat pada rasa kecewa yg berkepanjangan. Semoga kita semua bisa mengedepankan logika ketika berhadapan sm masalah ya.
bener banget yang dibilang mbak Nik, disaat rapuh, kita biasanya pengen menumpahkan ke orang lain.
kemudian kalau menyampaikan uneg-uneg, memang kudu dengan kepala dingin ya mbak. Kadang kalau kita terbawa emosi dari kejadian sebelumnya, malah bikin kepala panas dan makin emosi.
Perlu dipikirkan juga,memikirkan segalanya dengan logika. Kadang yang nggak masuk akal, malah dijadiin solusi. Ini bisa makin memperparah keadaan
iya kak setuju banget sih dengan
Jika terluka, kuatkan diri dengan menyembuhkan, bukan dengan melukai orang lain.
kalo kita lagi rapuh memang rasanya emosional sekali ya mbak.. belum lagi kadang ada tambahan dari luar yang rasaya bikin Ya Allah Ya Allah..
bismillah yaa semoga kita selalu dikuatkan ❤️
Mba, terkadang ada momen dimana perasaan sensitif itu sedang tinggi-tingginya sehingga respon kita terhadap sesuatu suka rada berlebihan. Nggak baik memang dan ini adalah salah satu bentuk nyata bahwa yang perlu ditaklukkan itu ya diri sendiri bukan orang lain. Setiap hari beneran bertarung sama diri sendiri banget.
Menajamkan logika dan lebih tenang menghadapi segala situasi yang kurang ideal is key. Namun nyatanya tidak melulu mampu seperti itu. Btw foto mawarnya emang cakep serta meneduhkan banget. The art of photography ya.
Semangat terus. Semakin bertumbuh menjadi pribadi keren dan menebarkan banyak manfaat salah satunya melalui tulisan demi tulisan yang kaya akan nilai.
Sering banget, ka Nik.. merasakan reaksi lebih cepat dari otak.
Terutama terkait orang yang aku sayang yaa..
Kadang, niat baik seperti bercanda pun, bisa jadi gak diterima baik oleh orang lain kalau pemilihan diksinya gak tepat.
Jadi, aku suka melemparkan kata-kata tersebut ke diriku sendiri dulu.. Aku sakit gak?
Kalo aku rasa aku baik dan mood lawan bicara ku pun sedang oke, aku bisa nih.. nglemparin perkataan, jokes atau response demikian.
Aga panjang yaa.. proses di otak..
Huhuhu.. makanya kayaknya lebih baik kalau sedang marah ituu diam kali yaa..
Makanya sekarang itu ada yang namanya detox sosmed, untuk menghindari makin insecure, minder, iri, dan lain sebagainya. Toh, kita ngga tahu perjuangan di balik kesuksesan orang-orang tersebut.
Sekarang tiap nemu orang yang ajaib, juga jadi mikir lebih panjang. Mungkin orang itu ada masalah sama keluarganya, atau sama masa kecilnya yang kita ngga tahu penyebabnya sampai dia menjadi orang “nyebelin”. Lebih mencoba mencoba memanjangkan logika. Nah, ini PRnya semua perempuan yang mudah baperan. Upss. Hehe
“Bagaimana menghadapi dan respon itu sebuah seni perang hidup yang penting untuk diasah.” Kak, ini kalimatnya ngena banget. Biarpun usia sudah 30+ rasanya saya juga belum semahir itu dalam mengelola emosi dan selalu memberikan respon dengan kepala dingin. Baca ini jadi bahan refleksi diri juga jadinya.
Itulah kenapa aku dilatih utk menajamkan logika drpd perasaan. Krn jika mengandalkan perasaan aja, keputusan yg dibuat biasanya berdasarkan emosi , dan saat emosi mereda, kemungkinan besar akan menyesal.
Makanya disarankan saat marah, jangan ambil keputusan apapun. Mending menjauh. Baru setelah emosi reda, kita bisa berpikir jernih.
“kita ada pejuang setiap hari karena sudah mampu membiasakan hal kecil yang baik” masyaallah ternyata aku sudah melakukan pembiasaan kecil setipa hari itu
Kadang aku sendiri tidak sadar tidak mengucap terimakasih untuk segala hal yang sudah berhasil dilakukan sesuai jadwal
Tulisan ini mengingatkan saya betapa sering kita lupa menenangkan pikiran sebelum bereaksi pada situasi yang sebenarnya sepele. Saya setuju bahwa mempertajam logika bisa membantu kita lebih bijak menghadapi tekanan kecil yang terasa besar. Jika terluka, kuatkan diri dengan menyembuhkan, bukan dengan melukai orang lain, kata kata ini akan saya tanamkan kuat di dalam kehidupan saya.