Selamat bertemu kembali dalam ruang yang tenang, mari siapkan rasamu untuk menikmati akhir pekan dengan kembali ke akar.
Jumat, konon menjadi penutup pekan kerja. Di zaman ini, ritme kerja sering tak lagi punya batas, tapi tak apa, kita bisa tetap memberi makna pada penghujung. Mari terima Jumat dengan kesadaran, bukan sekadar jeda, tapi ajakan untuk pulang sebentar ke dalam diri.
Apa kabar jiwamu?
Aku sendiri sedang senang-senangnya mengatur rumah digitalku ini, ruang tenang, tempat yang kubangun dengan harap agar kamu betah mampir, menyediakan waktu, membaca dengan saksama, dan membasuh batin dengan hangat.
Sukacita tumbuh dari rindu yang perlahan: rindu untuk bercerita lewat tulisan. Maka lahirlah ruang-ruang mingguan yang kujaga:
Senin berbicara tentang Aku dan Tokoh sebagai buah pilar Hak menjadi Hak, Rabu menjadi Peta Rasa Sukacita buah buah pilar berkehidupan yaitu Nikmat Bumi, dan kini, Jumat, untuk menoleh sejenak, mencermati langkah yang telah kita jalani. “Kembali ke Akar Hidup Berkehidupan”, begitu aku menyebut ruang ini, pengingat dan bertumbuh.
Mengapa Kita Perlu Kembali ke Akar dalam Hidup Sekarang?
Apa yang tidak terburu-buru saat ini?
Semuanya seakan didorong untuk mendapatkan yang terbaik, berlomba mencapai suatu tujuan. Ritme waktu seakan semakin cepat. Informasi pun bertarung terus menerus untuk lahir dan berharap untuk jadi senjatanya.
Tetapi,semuanya justru membuat semakin lelah, tanpa sadar, membuat semu tujuan.
Sebenarnya,apa yang sesungguhnya dicari?
Mari kita lihat beberapa hal yang perlu dilihat lebih dekat:
- Melimpah Pilihan, Tapi Hilangnya Arah.
- Terhubung Tapi Terasing
- Hidup Terasa Cepat, Tapi Diri Terasa Kosong.
Aku memilih tiga saja dari sekian yang ada. Tentang mengejar tujuan, tetapi melupakan kesadaran dalam prosesnya.
Berangkat dari itu ruang mingguan kembali ke akar berkehidupan hadir, untuk mengajak sejenak berhenti, bertanya dan menghidupi tujuan sejatinya.

Kembali ke Akar Berkehidupan – Mengingat Tujuan
Ketika memilih ruang Senin sebagai awal minggu, untuk dijadikan Aku dan Tokoh, kesadaranku lahir bahwa kehidupan diciptakan untuk manusia itu sendiri, Aku mencerminkan ciptaan sempurna dengan segala perlengkapannya. Tokoh adalah lambang manusia lainnya, di mana semuanya dibutuhkan untuk saling terhubung.
Tentangnya baca di Kesadaran Membentuk Keberanian – Langkahku dan Pelajaran dari Churchill tentang Bertahan – Aku dan Tokoh Part 1 ,

Kemudian Rabu sebagai Peta Rasa Sukacita, mengajak sejenak untuk melihat dan mengatur bagaimana sebuah perjalanan, bukan hanya soal ketempat yang indah, tapi juga langkah waktu tentang menikmati buku, film atau apapun yang membentuk dan melahirkan sebuah peta dengan rasa penuh sukacita.
Segala peristiwa yang diberikan oleh waktu untuk memainkan peran yang sudah ditentukan, sehingga membentuk peta jadi acuan dalam langkah dan rasa sukacita menjadi sumbu atau bara untuk melangkah penuh gairah.
Tentang kisah Rabu pertama baca di Gunung Kelimutu Pagi Penuh Rasa – Tentang Rabu Peta Rasa Sukacita (Part 1)
Semuanya butuh kesadaran untuk melahirkan pertumbuhan. Berkehidupan, menghasllkan buah manis yang dikecap oleh sekitar.
Tentang Hidup berkehidupan baca di Apa seh Hidup Berkehidupan – Menilik 3 hal tentangnya
Tulisan-tulisan Jumat setelah ini mengajak duduk tenang dalam ruang: kembali ke akar, awal dari semua hal yang telah dilakukan. Bercerita tentang peristiwa yang tertulis di Senin dan Minggu, menarik benang merah untuk menjadi ruang kesadaran, sehingga kemudian menumbuhkan nilai yang sejati.
Akar Persoalan
Mari menengok tiga hal yang jadi ciri zaman ini: pilihan yang melimpah, ritme yang cepat, dan koneksi yang serba instan namun terasa semu. Kita memang membutuhkannya, tapi tanpa kesadaran, justru bisa menjauhkan dari makna. Saatnya melihat ulang pelan-pelan, agar bisa kembali ke akar.
Ketika aku membaca tulisan mba Dinda tentang Jamu, ada kalimat “Bumi yang Kembali” dan semua yang di tulis seakan terhubung dengan nilai-nilai hidup Jumat ini: tentang proses dan tujuan.
Kebutuhan cepat tapi tanpa kesadaran akan tujuan seringnya membawa dampak menimbulkan masalah lebih besar. Mengejar lebih tapi menguras sesuatu yang berdampak tidak baik di kemudian hari.
Menemukan Tujuan Hidup dari Hal yang Paling Sederhana

Dalam tulisan Rabu lalu, aku bercerita bagaimana proses bertemu matahari terbit di Kelimutu membutuhkan pengorbanan, dingin dan lelah. Tetapi terbayarkan dengan pagi penuh rasa.
Di Jumat ini, aku ingin mengajak melihat peristiwa sederhana dalam hidup: apakah semua kejadian telah disadari dengan penuh?
Peristiwa haru pagi waktu di kelimutu itu sungguh membawa sukacita terdalam, menyadarkanku bahwa semuanya sudah diatur. Lalu, kenapa perlu mengembalikan semua pada awal tujuan?
Saat dingin dan lelah itu, aku terus melangkah karena teringat tujuan: ingin melihat matahari terbit. Begitu pula dengan persoalan hidup: adakah nalar yang mengingatkan tujuan dari peristiwa-peristiwa itu? Atau, mungkinkah persoalan terjadi karena kita terlalu jauh mengejar tanpa mengingat akar?
Kembali ke Akar – Tujuan Hidup Utama
Seberapa sering kita terburu-buru bangun mengejar waktu untuk bekerja, tetapi lupa tujuan awal bekerja untuk apa. Bukankah bekerja bertujuan agar bisa makan, menikmati hidup, berkarya, dan mewariskannya?
Atau, mungkinkah ada sesuatu yang lebih dari itu?
Kembali ke akar, makan, tidur, bergerak (olahraga) hal-hal utama yang tubuh butuhkan. Jika itu sudah dilakukan dengan tanggung jawab, persoalan lainnya pun akan lebih mudah diatur. Kemudian, ada banyak tujuan lain yang membentuk satu pertanyaan besar:
Untuk apa aku ada?
Akhirnya,
Aku dan Tokoh menyadarkanku bahwa keberanian adalah perlengkapan utamaku untuk melangkah. Kemudian, Peta Rasa Rabu bersama pagi di Kelimutu membawa sukacita. Dua hal ini terus mengarah ke akar tujuan: menjadi pejuang hidup berkehidupan.
Akar tak terlihat, tapi ia menentukan arah tumbuhnya batang. Temukan kembali akarmu—dan biarkan hidup berbuah makna.
Cerita ini adalah milikku, tapi aku yakin kamu juga punya kisah tentang kembali ke akar. Yuk, bagi di komentar.
6 Responses
Saya suka sekali mampir ke Rumah Digital Mbak nIk. Bertuturnya penuh makna. Banyak nilai-nilai kehidupan yang jadi pelajaran. Dan Memnag hidup ini harus kembali ke akar ya Mbak. Sebagai pengingat bila mulai tergoda kelar jalur. Kembali ke akar membuat kita punya pedoman kuat soal kehidupan
Rapi sekali mba nik..brarti seminggu ada 3x tulisan dengan tema yang berbeda di masing2 hari yaa…
Tiap baca tulisan mb nik pasti jadinya sambil mikir apa yg sudah aku dapat, sudah aku hasilkan atau apapun itu tentang kehidupan ini..semacam jadi self reminder juga gt
Terima kasih mb nik berkat tulisan2 nya aku juga semakin banyak belajar buat introspeksi diri gak melulu sual menghakimi orang 🙂
Jujur ya, aku baca tulisan mbak nik ini jadi flshback lagi, pas bapak sama ibu nggak ada .
Which is, dititik itu aku kehilangan orang yang biasanya kucurhati. Hehehe…
Pas terakhir, sebelum bapak nggak ada itu bilang, “nggak usah buru-buru. Secukupnya saja. Karena manusia pada akhirnya akan kembali ke akar (asal kehidupan/TUHAN).”
Tulisanmu ini, bikin aku ingat bapak. 🙂
Thank you mbak for remembering.. 🙂
Horee Kak Nik bakal update blog seminggu 3 kali, lebih asyik nih yaa dan semoga nulisnya lancar terussss.
Baca di bagian “tujuan hidup” maka daku jadi merenung karena hidup bukanlah siklus lahir-sekolah-kerja-pensiun tapi tiap manusia ada misi hidupnya sendiri, misalnya mengajar, menginspirasi, dll. Jadi mikir lagi apakah daku sudah berada di jalur yg benar dan memiliki tujuan hidup yg sesuai?
Wah,, aku tuh selalu menikmati setiap tulisan mbak Nik
Memang selalu dituturkan dengan kalimat indah namun penuh makna yang dalam
Beneran kalo kita mau merenungi dan kontemplasi soal hidup
Maka banyak sekali kebajikan dan kebijakan yg kita dapatkan.
Makasi udah menuliskan ini semua ya.