#Hidup Berkehidupan

Karena Hidup Tak Hanya Tentang Saya

Nelson Mandela dan Aku: Ketika Tegas Tak Lagi Harus Melukai – Tokoh Part 2

Bagikan

Nelson Mandela, bagi banyak orang adalah simbol keteguhan. Bagiku, ia bukan hanya simbol keteguhan, tapi pelajaran hidup, tentang bagaimana ketegasan bisa hadir tanpa melukai.

Setelah dibagian pertama aku belajar dari Winston Churchill tentang Kesadaran Membentuk Keberanian – Aku dan Tokoh Part 1, Senin ini aku melihat bagaimana pertumbuhan langkah dari seorang pemimpin karismatik, pejuang keadilan dan kesetaraan, Nelson Mandela.

Sebelum lanjut bicara tentang tokoh dan aku, izinkan bertanya: Apa kabar hari ini? Sudahkah terhubung dengan orang di sekitarmu? sudahkah hubunganmu dihidupi?

Hari Minggu kemarin aku bersyukur sekali dengan hidup, aku bertemu yang sudah dua puluh lima tahun bersahabat. Teman menjadi sahabat dan sekarang sudah seperti saudara.

Pertemuan itu mengingatkanku bahwa pertumbuhan pribadi seringkali berakar dari keterhubungan yang tulus, sebuah pelajaran yang selaras dengan nilai-nilai Mandela.

Waktu seakan berlari karena kami begitu asyik berdialog dan tak sadar sore datang. Matcha cake ini jadi saksi, bagaimana rasa kami begitu hidup dan sungguh bersyukur telah menikmati waktu lama bersama.

Terhubung - Tentang Aku dan Tokoh Nelson Mandala

Sukacitaku penuh di Hari Minggu kemarin, karena rasa terhubung itu begitu kuat. Langkah yang tampak kecil, namun menjadi dasar dari rangkaian catatan Senin: Aku dan Tokoh.

Terhubung adalah bagian penting dalam hidup, dan menjadi proses tumbuh menuju hidup berkehidupan. Setelah pekan lalu aku menyelami kesadaran yang membentuk keberanian, kali ini aku melihat bagaimana ketegasan tak harus melukai, sebuah karakter kuat dari seorang Nelson Mandela.

Refleksi Aku, dari Keras Kepala ke Keteguhan Jiwa

Lima belas tahun lalu, aku dikenal galak dan tak mengenal kompromi. Terutama dalam pekerjaan, kesalahan kecil pun bisa memicu reaksi keras. Bukan dengan kata kasar, tapi suara meninggi, tajam, dan menyakitkan.

Tidak mengenal kompromi, kenapa?

Aku tidak menerima alasan, apalagi jika itu hanya sebuah pembenaran diri. Tidak bertolernasi atas kesalahan karena aku sendiri merasa tidak pernah melakukan hal salah dalam itu.

Sering kali kalimat, “begini aja ga bisa, heran?”

Aku tak melihat proses di balik tindakan orang lain, dan di sanalah luka tumbuh, diam-diam.

Aku tidak tahan dengan orang yang lambat, tidak suka dengan banyak alasan dan paling menjaga sebuah aturan. Kaku dan tidak ada ampun jika sedikit saja berbuat salah.

Bagaimana berhenti meledak dan mulai memahami diri

Waktu terus menempaku, peristiwa demi peristiwa menyadarkanku bahwa setiap kejadian memiliki tujuan dan akhirnya aku melihat bahwa, maksud baik belum tentu diterima baik jika disampaikan kurang tepat.

Dulu aku tidak perduli dengan itu, belakangan aku semakin mengerti ternyata sikap tanpa toleransiku itu banyak melukai orang dan aku sendiri jadi sedih. Karena sebenarnya tujuan semuanya adalah untuk kebaikan.

Aku menyadari, di balik keras kepalaku, ada jiwa yang rapuh. Alih-alih belajar menerima, aku justru membentuk pertahanan lewat kemarahan. Menuntut orang melakukan hal benar tanpa melihat apa terjadi di balik kejadian.

Mba Nik, jika semua orang punya cara pandang sepertimu, tidak ada kejahatan dalam hidup. Karena itu belajarlah melihat kenapa mereka melakukan hal kurang tepat dan sadarilah bahwa setiap orang punya alasan.

Seseorang pernah berkata begitu padaku, dan aku terus belajar untuk menahan diri dan tidak merespon dengan emosi jika orang berbuat salah. Terus berproses dan adakalanya juga memahami bahwa tidak semua penjelasan dapat di mengerti dan jika itu terjadi, cukup diam dan menjauh.

Di sinilah kehadiran orang lain menjadi penolong, mereka yang dengan kasih menunjukkan bahwa terhubung adalah jalan menuju pemahaman.

Ketika berproses dengan banyak pengalaman hidup, mencatatnya dan menjadikan satu materi hidup yang membaut bertumbuh. Hingga sikap pemarah dan keras kepalaku menjadi pribadi yang teguh, jiwaku semakin dipuaskan dengan sukacita dan membawa dampak manis bagi sekitarnya.

Ingin tahu bagaimana proses itu dan kamu juga ingin jika memiliki jiwa yang teguh dan bertumbuh dalam tenang? Mari colek aku di sini.

Baca juga tulisanku tentang amarah di,

Bagaimana Nelson Mandela Mengelola Amarah?

Nelson Mandela

Kutipan Nelson Mandela yang sangat kuat ini menambah kesadaranku. Belas kasih, kunci yang akhirnya membuatku sadar. Membaca lebih jauh tentang tokoh ini, aku sungguh tertegun dan merasa ditampar begitu kencang.

Bagaimana tidak, sosok besar ini memperjuangkan keadilan sampai dipenjara 27 tahun dan setelah keluar tidak ada dendam. Dia punya cukup alasan untuk marah, dendam, bahkan membalas. Tapi ia memilih jalan lain. Ia mengolah amarahnya menjadi kebijaksanaan yang tidak melukai, menjadikannya bahan bakar untuk tindakan penuh welas asih.

Menamparku yang selama ini bersikap keras dan maksud memperjuangkan keadilan dan kebenaran, ternyata tanpa sadar melukai orang.

Ketika Tegas Tak Lagi Harus Melukai – Nelson Mandela dan Aku

Nelson Mandala

Aku dan Nelson Mandela berjalan di ruang yang sangat berbeda Jika Nelson Mandela memang mempunya jiwa yang kuat, mengatur emosinya menjadi tujuan baik, teguh dalam kasih sejak awal.

Sedangkan aku berbeda, butuh bertahun-tahun mengatur emosi, menyadarinya bahwa merubah menjadi makna itu jauh lebih berbuah manis dari pada kaku tidak bertoleransi.

Akhirnya melalui kutipan Nelson Mandela ini,

You will achieve more in this world through acts of mercy than through acts of retribution

dalam sikapnya yang penuh kendali, Nelson Mandela membuktikan: bahwa ketegasan tak harus meninggalkan luka, dan keberanian tak selalu berbicara lantang.

Begitu juga aku, dengan merubah amarah dengan kasih, tak Lagi Harus Melukai. Menyadari dengan lebih tenang, mau melihat alasan setiap kejadian.

Walau dengan ruang berbeda, tetapi akhirnya memiliki satu kesamaan bahwa tegas tidak harus melukai.

Ketegasan yang berbuah manis, bukan luka. Kalau kamu ingin tahu prosesnya, colek aku, karena bertumbuh lebih indah saat bersama

Kamu merasa ketegasanmu disalahpahami? Atau justru sedang belajar untuk jadi lebih lembut tapi tetap kuat? Aku ingin dengar ceritamu. Yuk, berbagi di kolom komentar.

Bagikan

Kasih Semangat

Mungkin tulisanku tidak sempurna tapi jika itu menyegarkan, kamu suka, iklas membuatku lebih rajin menulis dengan berbagi rejekimu, silahkan ya.

BCA Ratmini 8831921978 || GoPay, +6281317616161

artikel lainnya

8 Responses

  1. Memang dalam dunia ini tak ada yang sempurna ya mbak. Ketegasan acapkali diartikan kekejaman, padahal sejatinya punya maksud yang mulia. Kadang sebaliknya, ketika kita baik dan penuh toleransi, eh.. malah dianggap sebelah mata.
    PAda akhirnya, yang bisa kita lakukan hanyalah beradaptasi. Apa yang bisa kita benahi, kita benahi. Yang tidak bisa dikendalikan, maka abaikan saja.

  2. Adakalanya kita perlu melihat (sebelum menghakimi) kenapa dia melakukan itu? Apa alasannya? -> istilah gaulnya ini adalah tabayun. Dengan cari tahu lebih dulu, maka bisa meminimalisir kemarahan yang meledak, maupun keputusan sepihak

  3. Betul sekali mba Nik…bahwa setiap orang memiliki alasannya sendiri saat berbuat sesuatu. Atas dasar pijakan alasan ini pulalah saya belajar memahami orang lain. Tidak semua urusan orang lain harus saya pikirkan dan saya komentari karena hanya membuang buang energi.

  4. Huhu aku masih hobi nih marah2 apalagi ke anak 🙁
    Kudu belajar juga nih mengelola esmosi biar gak jadi marah2 yang gak tertarah dan gak subtansial.
    Nelson Mandela salah satu tokoh yang bijaksana dengan emosi matang makanya beliau jadi tokoh berpengaruh ya mbak.
    Quote “you will achieve more in this world through acts of mercy than through acts of retribution” ini bagus banget. Noted.

  5. Tegas dan marah adalah 2 hal yang beda, tegas tidak melukai tetapi kadang disalahartikan, ah masih berproses diriku mbak untuk tetap bersikap tegas tanpa melukai, kadang terkalahkan juga dengan rasa sungkan duh ini malah kadang bukan menjadi solusi tetapi emmperburuk keadaan

  6. Aku malah orangnya gak tegas sama sekali, ka Nik.
    Namun bukan berarti aku gak mendendam.
    Aku cenderung lari dari masalah atau menghindari berkonflik. Dan baru-baru ini, aku paham bahwa sikapku yang seperti ini menggerogoti juga, pada akhirnya.

    Aku banyak belajar dari tulisan ka Nik.
    Semoga ka Nik menuliskan lebih banyak lagi mengenai deep learning dan deep talk to self-healing.

  7. Dengan berjalannya waktu kita bisa belajar dari kesalahan masa lalu ya mba..belajar memperbaiki diri, memperbaiki sikap tanpa harus menyakiti orang lain…karena tegas tidak harus dilakukan dengan kekerasan 😊
    Kalo aku sekarang sedang belajar lebih bersahabar lagi kali yaa..karena setiap orang pasti da kelebihan dan kekurangannya

  8. Berproses itu Memnag Tidka mudah mbak Nik. Butuh waktu juga. Dan Mbak Nik keren sudah melalui proses itu. Apalagi kalau kaitannya memahami orang orang. Saya juga begitu. Orang lain kok begitu padahal bisa begini. Dan salah satu belajar adalah pada orang lain. Seperti Nelson Mandela yang mengolah marahnya Dnegan baik dan menjadi hal positif.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Subscribe Newsletter

Daftarkan email kamu, dapatkan update terbaru di email.

Subscription Form

Artikel Terbaru

Tentang Saya

Seedbacklink