Random Thoughts

Ketika Rapuh Merangkul Tegar – 1 luka Baru – Pantaskah?

Ketika Rapuh Merangkul Tegar

Bicara soal rasa akan butuh hening untuk melihat lebih jelas.

Kali ini merangkai Rapuh-Tegar-Luka dalam nada rasa yang telah membayangi. Mungkin saja dari nurani mungkin juga lahir logika, semuanya sedang carut marut bergentayangan bersuka tanpa melihat tuannya sedang meramu hidup lebih menyamankan.

Kata pantaskah juga datang membawa haknya, sedangkan logika dan nurani terus saja bertengkar tidak perduli apa itu pantas atau tidak.

Ketegaran yang sudah menjadi nadi terkikis dengan permainan waktu yang sungguh terlalu pongah untuk dilihat. Rapuh mengintip dan mencari cara untuk merangkulnya.

Hingga hening berbisik lembut, pantaskah terluka?

Ketika Rapuh Merangkul Tegar

Alunan lagu Tegar terdengar bersama lirih jiwa yang sedang berjuang.

Apa masih ada tegar bila badai itu terus menghantam
Apa masih teguh berdiri jika petir itu terus saja memainkan musiknya
Apa diri sanggup tegak melihat kedepan jika angit menjerit-jerit

Insan tetaplah insan
Kokoh teguh apapun itu sebutannya
semuanya seakan semu

Ketika rapuh merangkul tegar
mengintip, tersenyum ditengah tanpa henti badai datang
bertaruh dan berkelompok dengan kebutuhan

Mengajak untuk berbisik,

Apa kabar ego?

Rapuh merengek

Ketika kebutuhan bertemu dan rapuhpun seakan ada kawan
mencari pembenaran, idepun hadir untuk mengajak ego
Melihat satu satu celah mana yang ingin dia bisa terlihat

Rapuh

Sepi menusuk
ingin dirangkul
Tak mau bersembunyi lagi

Ego dan kebutuhanpun bertaruh
memberikan angin segar pada rapuh untuk menunjukkan diri
memberi ruang untuk merangkul

Maka,
Ketika rapuh merangkul tegar

Apa masih logika berkuasa?

Ketika Rapuh merangkul Tegar
Ketika Rapuh merangkul Tegar

Luka

Ketika rapuh merangkul tegar,
apa pantas menghadirkan luka

Bilik yang sudah bersih itu, tiba-tiba pintunya terkuak
bukan terang terlihat tapi angin sedikit kaget

Luka-luka yang tersimpan rapi
tertidur pulas dengan tenang
tiba-tiba terbangun

Sadar ternyata mereka belum mati

Masih ada.

Pesona Raja

Siapa yang salah?

Ketika rasa tumbuh berlahan
memberikan harapan

Raja itu,
Manis penuh pesona
mata yang tajam, senyum menusuk
kalimat yang tertuang disetiap lakunya menyiramkan buih-buih harapan.

Hampir saja Ratu itu tersihir pada langkah awal.

Kali ini Ratu perlu berhati-hati karena Raja yang dihadapinya penuh kisah yang mungkin saja keteguhannya bisa terhempas.

Satu Tahun katanya.

Raja berpikir dan berjuang terus mencari jawab,
Kenapa satu tahun?

Pongahnya Waktu

Tentu saja tidak ada yang mampu mengatur waktu
dia punya caranya untuk menceritakan apapun yang tersembunyi
Bisikan-bisikan angin tak pernah bisa mempengaruhinya

Sampaikan saja,
Begitu kata waktu pada angin

Iya tugasnya angin memang hanya bisa sebatas menyampaikan

Menyampaikan apa yang memang sepatutnya

Ketika rapuh merangkul tegar maka realita tersenyum bengis
Silahkan memilih katanya

Boleh saja rapuh merengek, boleh saja dia mencoba diperhatikan tapi kenyataannya jika menuruti rapuh, apa semua yang ada padamu bisa berjalan sesuai baik

Oh ya,
Insan tetaplah insan
punya batas, berteriak pada keadilan
Mana peranmu?

Bertubi, tanpa henti, apakah memang sekuat itu?

Waktu bergulir

Realitapun memainkan kartunya
Keluarga, pekerjaan, pasien dan begitu banyak hal lainnya berkeliaran
Menyadarkan, apa pantas untuk memberi jalan pada luka?

Siapa yang salah?

Raja?
Waktu?
Badai?

Tumpul,
semuanya tumpul, tak bisa digunakan
rasapun hanya tinggal setetes

Hampa?
Entahlah, jika iya kenapa getir, ruas tertoreh itu mengigit?

Ingin tak perduli tapi bukankah semuanya berhubungan.

Pulas bersama Hening

Ketika rapuh merangkul tegar, mencoba tersedu, menerima air mata itu hadir, membiarkan jiwa terbasuh.
Tapi entah, tak ingin tuntas, ada yang masih ditunggu.

Betapa kejamnya waktu memainkan kartunya.

Tidak bisa terburu-buru katanya.

Ingin teriak, sudahlah bukankah semuanya sudah dilihat, kenapa tidak menerima realita.

Masih kabur, hati belum melepaskan, sungguh bukan karena terlalu sayang tapi ini hanya sebuah tugas dan jika diingat itu, ingin berteriak CUKUP.

Sungguh,
Ingin pulas dalam hening.

Melupakan riuh obrolan rapuh, tegar, keinginan, ego dan luka.
Semuanya menuntut.

Jika saja kata benci boleh dihadirkan, teriak paling kencangpun ingin terlontar.
Mengertikah sebuah kalimat yang berulang tertuang,
Capek, cukup, sungguh.

Tunggu,

Sabar katanya,
lirihpun bangun dan bertanya,

Sampai kapan?

4 Comments

  1. U know who 18 Februari 2024
  2. peralatanbakery 28 Februari 2024
    • Nik 20 Maret 2024

Tinggalkan Jejakmu... Karena itu Sangat Berarti!

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

%d blogger menyukai ini: