Indonesiaku Langkahku

Senyumanmu membekukan hati – Ranu Kumbolo

Ranu Kumbolo, salah satu tempat yang ingin dijumpai namun ada ragu karena kabar tersiar dia begitu dingin.

Kamis itu,

22 Agustus 2019, kutambahkan waktu cutiku tuk bertemu dengan tempat yang sesungguhnya ada ragu ketika melangkah.

10.40 am pesawatku melaju menjumpai Malang dan tepat 01.00 pm aku duduk manis di taxi menuju hotel. Cek in dan lega hati ketika melihat kamar.

Namun tak sempat merebahkan badan perut sudah berteriak ingin diisi dan aku putuskan makan di hotel saja.

Kunikmati santapan dengan pemandangan yang meneduhkan, rasanya kesendirianku saat itu tak mengusik.

03.00 pm salah satu sahabat idc Bima yang tinggal di Malang menjemputku, menemaniku mencari surat keterangan sehat, syarat untuk bisa bertemu Ranu Kumbolo.

Ketidaktepatan Rencana

Setelah urusan surat keterangan sehat selesai, kawanku mengantarkanku ke warung kopi. Disana kami bertemu dengan kawan lainnya.

Kopi hitam tanpa gula aku pesan dan tanpa bersalah aku nikmati setiap teguknya, kira-kira jam 5.00 pm kurang lebih kami menikmati waktu dengan asyiknya.

7.00 pm aku janji berjumpa dengan Arum, kawanku dari Jakarta yang akan bersama melangkah ke Ranu Kumbolo. Namun sebelum itu aku meminta Bima mengantarkan ketempat makan yang favorite di kota itu.

Warung nasi Jagung pilihannya dan aku sungguh menikmati sajian.

Setelah itu aku diantar bertemu Arum.

Sapaannya

Tempat pertemuanku dengan Arum sungguh membuat hati ingin berlama-lama, namun apa daya waktu harus memaksa kami harus cepat kembali dan TIDUR.

Begitulah kami berpisah dan aku bergegas menuju hotel dan kekamar, berharap sampai kamar langsung beres-beres bertemu kasur dan melayang dalam mimpi.

Namun ternyata kenyataannya berbeda.

Tanpa diduga sapaan dari orang yang ditunggu lama hadir dan melupakan segala rencana untuk istirahat. 11.30 pm aku paksa diri untuk mengatakan bahwa aku harus tidur.

Terbangun,

Entah apa terjadi dalam benak, 02.15 am aku terbangun, dengan sekuat tenaga aku berjuang tuk memejamkan mata kembali, namun sia-sia.

04.00 am aku ambil hp dan mencoba mencari rasa ngantuk, tak kutemukan juga. Hp kuganti buku dan lembar demi lembar aku baca bukannya membuat mata sayup tapi semakin terang.

05.00 am aku matikan semua lampu dan aku tutup wajah dengan bantal aku berusaha pejamkan mata namun semuanya sia-sia.

06.30 am hampir menangis aku bangun karena terbayang bagaimana medan yang akan kutempuh. Butuh tenaga, butuh raga yang penuh stamina.

Sedangkan aku saat itu ?

Bagaimana bisa kumendapatkan raga yang staminanya baik kalau aku hanya mampu tertidur tidak lebih dari 3 jam ?

23 Agustus 2019

Walau dengan dicumbui khawatir karena stamina tak baik, semangat dalam diri aku tumbuhkan semaksimal mungkin.

Bertemu dengan sahabat-sahabat lainnya memberi ruang teduh dalam diri. Mereka yang belum kukenal terasa indah di hati saat berkenalan.

Aura Positif kurasa ada dalam mereka.

Itu adalah hal yang sangat penting buatku dalam setiap  pertualanganku.

Dengan segala persiapan kurang lebih jam 3.30 pm kamu mulai menapaki ketinggian, belum juga genap sekilo, kepalaku mulai berputar.

Tak perduli tebalnya debu, tak perduli orang lalu lalang , raga kurebahkan.

Pertama dalam benak saat itu terjadi, haruskah aku lanjutkan langkah ini?  tidakkah diri menjadi beban buat yang lainnya ?

Dengan segala perjuangan pos satu aku temui.

Ada semangat bertambah ketika kawan-kawan yang lain memberi senyuman dan sorak semangat.

Kurebahkan raga kembali di bale-bale dan dingin mulai menyentuh.

Menuju Pos dua dan tiga

Entah karena memang jalanan lebih bersahabat atau raga mulai yang bersahabat langkahku semakin tenang dan ritme  setiap langkahnya pasti dan bersemangat.

Tanpa sadar kami yang paling akhir bisa bertemu dengan kawan-kawan rombongan yang terlebih dulu.

Riang hati menapaki tiap langkah terlebih bunga abadi yang begitu indah menemani setiap langkah. Tak hanya itu lembayung senja menyapa manis tepat di pos tiga.

Asupan semangat makin bertambah.

Walau itu hanyalah sorga kecil yang diberi sebelum menapaki ketinggian yang tajam.

Nafas mulai tak teratur dan setapak demi setapak kaki ini melangkah penuh perjuangan mencapai ketinggian dan setelah itu kembali diberi jalan yang cukup bersahabat.

Menuju Perkemahan

Perjuangan belum berakhir,

Layaknya haus yang sudah disegarkan oleh segelas es, begitulah jalan datar yang di tempuh dari pos satu ke pos tiga, walau ada tanjakan kecil tetap itu sesuatu yang menyenangkan disebuah pendakian.

Berhenti lama adalah larangan keras buat pendaki karena dingin membuat suhu dingin masuk dan stamina turun.

Maka ketika raga belum merasa dipuaskan dengan istirahat di pos tiga, tanjakan tinggi sudah menanti dan langkah demi langkah dilalui hingga sampai ke jaan datar kembali.

Bintang Menyapa

Malam mulai menyambut dan kami melangkah dengan sorotan lampu yang telah siaga di kepala. Aku yang menata tenaga tak banyak berceloteh, hanya focus dengan jalanan.

Teriakan kegembiraan kawan memecah hening langkah, ketika mereka melihat langit ditaburi cahaya. Bintang-bintang mulai hadir dan tersenyum seakan berkata,

“ Selamat datang di Ranu Kumbolo, semangat dan tetaplah melangkah “

Semangatku semakin terkumpul dan sampailah kami di pos ke Empat dimana bisa melihat langsung perkemahan.

Sepertinya hal hidup, ketika melihat tujuan semangat bertambah dan lupa kalau sejatinya hal itu tak mudah digapai, sehebat apapun mimpi begitu nyata dalam benak hal itu butuh perjuangan tuk mewujudkannya.

Begitulah, perkembahan sudah terlihat nyata namun langkah ini tetap berasa jauh tuk menggapai, dan hadiah tambahan ketika kami menuruni jalan curam dan berdebu.

Tak hanya itu, setelah melewati turunan tajam diberi sedikit saja jalan datar karena setelah tanjakan tajam kembali menunggu kami.

Namun membayangkan perkemahan dibalik itu semangat itu hadir dan dengan segala perjuangannya sampai juga ke perkemahan.

Merangkul malam

Dingin semakin mengusik, sampai ditenda pakain langsung kuganti dan menata peraduan, namun sebelum meninggalkan jumat itu, aku mengisi perut terlebih dulu.

Setelah itu pil antimo aku telan karena ingin terlelap tanpa harus terganggu dengan dingin atau lainnya.

Namun sehebat apapun rencana jika waktu berkendak lain ceritanya akan berbeda.

Bagaimana malamku di Ranu Kumbolo?

Seperti apa rasa pelukan malamnya ?

Bersambung ke part 2

Tinggalkan Jejakmu... Karena itu Sangat Berarti!

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

%d blogger menyukai ini: